Jumat, 26 November 2010

Ayahku Pahlawan Sederhana

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Kalimat ini tersurat di bagian pendahuluan buku karya Anis Matta yang berjudul Mencari Pahlawan Indonesia. Memang selama ini terlanjur tertanam dalam benak kita, image pahlawan bagaikan superhero di film-film. Punya kekuatan luar biasa dibanding orang-orang biasa dan ketika tugasnya berakhir, orang-orang hanya akan terpana menyaksikannya pergi. Bukanlah seperti itu pahlawan-pahlawan yang dibutuhkan bangsa ini. Pahlawan-pahlawan Indonesia sejati mungkin tak pernah tercatat namanya dalam sejarah, tak dikenal orang. Namun setiap pekerjaan besar yang mereka lakukan senantiasa terlukis dengan tinta emas peradaban. Sebaliknya yang seringkali kita kenal adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan kecil dan beromongbesar dalam autobiografi yang mereka tulis sendiri.

Pahlawan-pahlawan besar mungkin ada di sekitar kita meski kita tak pernah menyadarinya. Bagi saya pribadi, sosok Ayah adalah seorang pahlawan besar dalam hidup saya. Terlepas dari segala kekurangannya, beliau adalah seseorang yang harus saya teladani. Mulanya, beliau hanyalah seorang anak desa yang bercita-cita menempuh pendidikan tinggi. Meski awalnya niat Ayah ditentang oleh kakek, ayah tetap bersikukuh. Belakangan ayah menyadari bahwa kakek sebenarnya sedang menguji niat ayah, dan beliau lulus. Akhirnya, ayah berhasil merantau seorang diri ke kota Malang dan menyelesaikan pendidikan sarjananya serta diangkat menjadi seorang guru sekolah dasar. Dalam menjalankan profesinya, ayah adalah seorang pekerja keras dan berdedikasi. Seringkali pada hari liburpun ayah tetap pergi ke sekolah untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Ayah memang bukan seorang guru agama, namun beliau senantiasa mengingatkan siswa-siswinya untuk menjalankan perintah Allah.

Seorang pahlawan pasti memiliki naluri kepahlawanan. Sebuah naluri untuk maju dan menghadapi tantangan di depan. Pahlawan tidak akan merasa senang berdiam diri di ruang yang nyaman, karena hal itu tak dapat membuat mereka maju. Pahlawan tak mencari ganti materi, karena ganti dari Allah adalah janji yang lebih baik dan tak akan diingkari. Gaji seorang guru jelas tak dapat dibandingkan dengan tanggungjawabnya mendidik anak-anak bangsa yang kelak akan jadi pemimpin negeri ini. Yang membuat perjuangan ayah tak berhenti hanyalah harapan agar murid-muridnya bisa lebih baik dan lebih maju dibandingkan dengan dirinya.

Ayahku yang sederhana, namanya jelas tak dikenal dalam sejarah negeri ini. Namun bagiku, beliau adalah satu dari banyak pahlawan Indonesia. Orang kecil yang melakukan pekerjaan besar. (rad)

Jumat, 12 November 2010

Totto-Chan dan Anak-Anak Indonesia


Akhirnya... Setelah bosan dengan segunung diktat kuliah selama ujian bisa kembali lagi membaca buku-buku "normal". Yap, kali ini saya ingin bercerita tentang sebuah buku klasik yang sangat menginspirasi. mungkin sebagian dari teman-teman telah kenal gadis cilik bernama Totto-chan.



Totto-chan yang ceria sering dianggap sebagai anak nakal di sekolah dasar Jepang yang konservatif. Guru kelasnya sering menghukum dia gara-gara kenakalannya. Dia dikeluarkan dari sekolah ketika duduk di kelas 1 SD. ibu Totto-chan yang bijaksana kemudian memindahkan Totto-chan ke sebuah sekolah unik bernama Tomoe Gakuen. Kelas-kelas di Tomoe adalah gerbong-gerbong kereta api. Tidak ada jadwal pelajaran karena semua murid berhak memilih apa yang ingin mereka pelajari, semua murid aktif bertanya dan berkonsultasi dengan guru jika ada yang tidak mereka pahami. Dan yang paling seru, tentu saja adalah Pelajaran JALAN-JALAN! Setelah pagi hari para murid belajar banyak hal di ruang kelas, sore hari para guru akan mengajak berjalan-jalan di sekitar sekolah. dalam perjalanan mereka mengamati patung di Kuil, proses penyerbukan pada tanaman sawi, dan banyak hal lain. tanpa sadar mereka telah belajar Biologi, sejarah, dan pelajaran lain. Orang di balik pendobrakan sistem pendidikan konvensional ini adalah kepala sekolah Tomoe, Sosaku Kobayashi. Kisah masa kecil Tetsuko Kuroyonagi ini memang ditulis secara khusus untuk mengenang beliau, pria optimis dan ramah yang sangat mencintai anak-anak.



Kisah-kisah Totto-Chan kecil bertutur dari sudut pandang anak-anak yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Saya sendiri sangat terbawa pada alur cerita pendeknya yang sederhana namun begitu dalam (beberapa kali saya mengalami kebocoran kelenjar air mata =). Yang lebih membuat saya kagum adalah: buku ini ditulis tahun 1981! dan sekolah Tomoe didirikan pada jaman perang dunia kedua tahun 1937. 73 tahun yang lalu sudah ada orang Jepang yang berpikir tentang pendidikan terbaik untuk anak-anak, ironisnya saat ini banyak anak-anak Indonesia tidak belajar dengan keceriaan. Pada usia dimana mereka seharusnya diberi pemahaman tentang agama, lingkungan sekitar, cara bersosialisasi, membangun kepercayaan diri dan rasa ingin tahu serta pengetahuan-pengetahuan dasar dalam kehidupan justru dijejali dengan setumpuk lembar kerja siswa (LKS) yang --menurut saya-- sebenarnya tidak terlalu esensial. Mereka dipaksa belajar tanpa mereka tahu apa manfaatnya. Lebih buruk lagi, ada juga orangtua yang memaksa anak-anaknya belajar agar meraih peringkat kelas. Menurut saya, ini pembunuhan karakter anak-anak.(saya kelak tak jadi orangtua yang seperti itu =) *kok jadi curhat*



Pendek kata, kalau disuruh memberi skor untuk buku ini, saya beri 4 dari 5 poin.

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

Tetsuko Kuroyanagi

Jumat, 22 Oktober 2010

Keong Racun yang Beracun


Kemarin malam selepas isya' saya jalan-jalan ke Bazar bersama kawan kos saya, Huzn. memang di daerah tempat tinggal kami ini sering sekali ada bazar keliling yang menjual aneka kebutuhan sehari-hari mulai pakaian, perabot plastik, aneka makanan dan jajanan, sampai aneka sepatu yang lucu-lucu. Pikir saya: Lumayan lah buat "buang stress" setelah 5 hari didera pekerjaan kuliah yang gak habis-habis.

Belum juga semua kios saya jelajahi, saya sudah dibikin heran setengah mati. Bukan sesuatu yang luar biasa sebenarnya, bahkan saya jadi agak bertanya-tanya karena fenomena ini justru ditanggapi dingin oleh masyarakat. Yang saya maksud adalah fenomena KEONG RACUN!!! Anda tentu sudah hafal di luar kepala lirik lagu dangdut yang fenomenal ini. Anda tentu juga sudah tahu kalau lagu seperti ini tidak seharusnya didengar oleh anak-anak. Seandainya ada orang memutar lagu ini di warung-warung kopi tentu saya tak akan heboh, tapi yang saya lihat justru sebaliknya. Lagu ini diputar disebuah stan mainan anak, bukan hanya sekali tetapi diulang terus menerus.

Astaghfirullah, saya yang belum punya anak saja merasa kasihan dengan anak-anak yang bermain di tempat tersebut. Miris rasanya, lagu-lagu amoral seperti itu terus menghinggapi telinga anak-anak bangsa ini. Sungguh, keong racun benar-benar beracun. (rad)

Minggu, 17 Oktober 2010

Ketika Hidup Tak Hanya Tidur




“Wahai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al Muddatsir [74]: 1-6)


Sepanjang hidup, rata-rata seorang manusia menghabiskan 25-30% waktunya untuk tidur. Jika seseorang yang berusia 60 tahun setiap hari tidur selama 8 jam, maka 20 tahun dari hidupnya hanya diisi dengan tidur! Tidur efektif dapat membuat tubuh dan pikiran kembali segar ketika kembali terbangun. Sebaliknya, tidur berlebihan justru akan membuat kita merasa lemas dan malas saat bangun. Meskipun sangat penting, fungsi tidur sebenarnya belum diketahui pasti secara fisiologis. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa proses tidur memfasilitasi perubahan kimia dan struktural yang terjadi pada otak selama proses belajar, dan mengingat (Vander et al., 2001).
Ketika seseorang yang normal merasa rileks dan menutup mata, maka perlahan-lahan ia akan mulai merasa mengantuk, pertanda bahwa ia mulai memasuki Sleep Stage A. Selanjutnya orang ini akan memasuki tidur yang semakin dalam yaitu Sleep Phase B dan Sleep Phase C, hingga pada puncaknya ia akan mencapai fase deep sleep. Fase deep sleep pertama dicapai sekitar satu jam setelah seseorang jatuh tertidur. Perlahan-lahan pula, tidur menjadi semakin kurang dalam dan mulai terjadi fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Inilah satu siklus tidur yang berlangsung kurang lebih 90-100 menit. Siklus ini berulang sekitar 4-5 kali sepanjang tidur. Siklus tidur pertama hingga ketiga sangat esensial (Despopoulos, 2001). Maka bisa dikatakan bahwa proses tidur efektif sebenarnya cukup 3 X 90-100 menit atau sekitar 4-5 jam.
Mari kita coba membuat sebuah perbandingan sederhana. Di awal tulisan ini telah diceritakan tentang seseorang yang tidur 8 jam sehari maka 20 tahun hidupnya hanya digunakan untuk tidur. Seandainya ada seseorang yang juga berusia 60 tahun tetapi ia hanya tidur 5 jam sehari, maka ia memiliki tambahan waktu dibanding orang yang tidur 8 jam sebesar (3/24) X 60 tahun =7,5 tahun. Perbedaan yang fantastis bukan? Dengan tambahan waktu 7,5 tahun artinya kita bisa belajar 7,5 tahun lebih banyak, kesempatan berkarya 7,5 tahun lebih lama, kesempatan beribadah 7,5 tahun lebih baik, dan kesempatan-kesempatan berbuat kebaikan lain 7,5 tahun lebih dari orang lain yang tidur. Prof. Habibie, salah satu ilmuwan terkemuka Indonesia bahkan hanya tidur 4 jam sehari! Silahkan Anda hitung sendiri perbedaannya. Bagaimana dengan kita? Akankah waktu kita habis untuk tidur sedang waktu kita di dunia tidaklah lama? (rad)

“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajdah [32]:15-16)


Saya tulis postingan ini supaya saya lebih dan lebih semangat untuk bangun. Ganbatte ne!!!

Selasa, 10 Agustus 2010

Terselip di Tengah Gemerlap Zaman

Kemarin malam, aku dan adikku jalan-jalan keliling perumahan. Awalnya kami hanya berniat melepas penat, akhirnya daripada berputar-putar tanpa tujuan kami putuskan makan siomay. Demi sepiring siomay lezat, kami pergi ke Ruko Sawojajar, yaitu sebuah komplek pertokoan yang paling ramai di kawasan perumahan Sawojajar. Sepiring siomay pun tandas kami makan berdua. Memang rasa siomay yang dijual disini selalu membuatku kangen kapanpun dan dimanapun berada.

Setelah kenyang, kami jalan-jalan lagi di sekitar ruko sawojajar. Konsep Ruko alias rumah toko dimana lantai bawah digunakan untuk berjualan dan lantai atas untuk tempat tinggal pemiliknya sempat sangat populer beberapa tahun lalu, namun saat ini pamornya mulai surut, digantikan supermarket dan hipermarket—mungkin nanti bakal ada juga ultramarket—yang mewah dan menjual segala keperluan, mulai dari sandal jepit hingga makanan untuk hewan kesayangan, mulai dari alat tulis hingga alat pertukangan. Bahkan, siomay juga dijual di market-market super besar itu. Suatu saat nanti, aku mungkin tak bisa lagi melahap siomay supermantap di pinggir jalan, karena pedagangnya kena gusur pembangunan mall.

Kalau sudah demikian, tinggal tunggu giliran saja para pedagang pasar tergusur pusat perbelanjaan canggih yang akan dibangun setinggi enam lantai (ini kisah nyata: para pedagang di Pasar Dinoyo akan digusur ke daerah Mulyorejo karena tempat itu mau dibikin mall enam lantai). Pedagang bakso dan nasi goreng keliling digantikan foodcourt yang rasanya tidak seberapa tapi harganya selangit dan kena pajak pula. Ah, memang rasanya semakin “maju” zaman, artinya adalah keuntungan dan kekayaan akan makin bertumpuk di tangan para milyuner (dan triliuner), sementara kita harus cukup puas menjadi sapi perah mereka. Dan pedagang-pedagang yang berdedikasi, karena mulai bekerja sejak subuh buta harus siap terselip di tengah gemerlap zaman itu. (rad)

Selasa, 15 Juni 2010

Makhluk yang Berjuang (2-end)

Akhirnya, setelah sekian lama didera kesibukan kuliah yang menjadi-jadi, baru bisa nulis posting lagi. Lanjutan dari tulisan saya beberapa waktu yang lampau.

"Orang-orang yang tegar bukanlah mereka yang tak pernah menitikkan airmata ketika didera kesedihan. Tetapi mereka adalah orang-orang yang bangkit dengan kepala tegak dan berkata: pasti ada kebaikan dari setiap kemalangan"

Inspirasi ini datang dari seorang gadis Jepang yang akhirnya meninggal karena penyakit Spinocerebellar ataxia (SCA), ia bernama Aya Kito. Penyakit ini membuat penderitanya mengalami kemunduran kemampuan motorik dalam waktu yang tidak terduga disebabkan rusaknya sel-sel otak kecil. Aya masih berusia 14 tahun ketika divonis dokter menderita penyakit mematikan ini. Ketika masih sehat Aya adalah seorang siswi yang cerdas dan periang, tiba-tiba saja ia menjadi sangat lamban dan tidak seimbang dalam bergerak, mudah terjatuh tanpa sebab. Teman-teman sekolahnya merasa kasihan dan banyak membantu, namun Aya yang sebelumnya sehat dan normal, depresi karena merasa cacat dan tak berguna.

Seiring bertambah parahnya penyakit yang diderita Aya, semangat hidup Aya tak pernah pudar. Perasaan itu dicurahkannya dalam lembar-lembar catatan harian. Ia menuliskan: "Aku bersumpah tak akan kalah oleh penyakit ini. Musim boleh berubah, namun manusia harus tetap hidup."

Kunci semangat hidup Aya adalah ucapan dokter Hiroko yang merawatnya:"Daripada menyesali apa yang telah hilang, lebih baik mensyukuri apa yang masih tersisa."

Pada usia 20 tahun-6 tahun sejak menderita penyakit ini-Aya mulai kesulitan berbicara dan tak lagi bisa menulis catatan harian. Akhirnya, Pada tahun 1988 (saat itu usia Aya 25 tahun), Aya Kito meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Namun semangatnya untuk berjuang dan tetap hidup serta harapannya untuk bisa memberikan sumbangsih bagi masyarakat akan tetap abadi. (rad)

Senin, 29 Maret 2010

Berlari Menuju-Mu

“Rek, aku duluan ya!” Teriakku pada teman-teman yang masih ada di Laboratorium.
Dari lantai tiga sayap timur gedung fakultasku, aku berlari sekencang-kencangnya.
Aku ingin segera mendengar mutiara ilmu,
Tentang bagaimana meraih cinta-Mu.

Dengan terengah-engah, aku melepas sepatu.
Kulepas pandang ke depan,
Seketika lututku lunglai...
Di serambi Nuruzzaman aku terpaku...
Kajian sudah berakhir,
Pak Ustadz pemateri baru saja keluar dari pintu utama.

Aku menyalahkan diriku sendiri,
Andai praktikum tadi segera kuselesaikan...
Andai sore ini tidak ada jadwal praktikum..
Aku kecewa.

Di bawah langit sore ini,
Aku hanya ingin berlari menuju-Mu...
Tapi sungguh aku percaya,
Jika aku mendekat dengan berlari,
Engkau akan mendekat lebih dari itu.


(Surabaya, 27 Maret 2010)

Senin, 22 Maret 2010

Allah Cinta Kita




seringkali ketika ditimpa kesulitan, kita merasa seolah-olah menjadi manusia paling merana di muka bumi. Seringkali pula kita merasa iri dengan orang lain, bahkan hingga berkata,"Ya Allah, apa dosaku hingga harus aku yang mengalami semua ini?". kesulitan membuat kita terhimpit dalam ke-putusasa-an.
Sebenarnya, hanya dengan sedikit mengubah sudut pandang, kita akan melihat bahwa kesulitan-kesulitan yang kita hadapi adalah bukti bahwa Allah masih sayang kepada kita. Kesulitan ibarat latihan memanjat dinding. Mula-mula kita berada di titik terendah, kemudian kita terus berusaha untuk memanjat dan memanjat lebih tinggi lagi. Kesulitan adalah cara Allah menjadikan kita pribadi yang jauh lebih hebat daripada sebelumnya.
Mari kita sejenak mengingat berbagai kesulitan yang telah kita hadapi. kepada siapakah saat itu kita mengadu? Ingatkah bahwa ketika itu kita merasa begitu dekat denganNya? Bandingkan ketika kita tidak sedang ditimpa kesulitan, kita tertawa-tawa bahagia hingga terkadang lalai padaNya. Maka boleh jadi, Allah memberikan kita kesulitan karena Dia rindu kepada kita. Karena kita mendekat kepadaNya hanya saat dirundung duka.
Rasulullah bersabda:"Ingatlah Allah di saat lapangmu, Niscaya Allah akan mengingatmu di saat sempitmu."
Sungguh, Allah mencintai kita dengan berbagai cara. bisa jadi itu berupa nikmat untuk kita syukuri, atau kesulitan untuk kita hadapi. Tinggal apakah kita menyadari tanda cinta tersebut. (rad)

Kamis, 11 Maret 2010

Makhluk yang Berjuang (1)

Sering kudengar orang berkata bahwa ,"hidup adalah perjuangan". awalnya itu hanya kuanggap omongan lalu saja. Tidak mampir di otak apalagi di hati. maka saat itu hatiku mungkin ibarat sebongkah batu. terus dipapar dengan ucapan penggugah semangat tetapi tetap saja kaku.
aku tahu, aku memang tak tahu apa-apa. aku tahu, aku orang yang beruntung, hidup sehat dan cukup, baik secara material maupun imaterial. kasih sayang orangtua deras mengalir seperti air sungai dibagian hulu.
maka dalam tiap langkah kehidupan yang kujalani selalu ada perjumpaan-perjumpaan yang bahkan dapat melunakkan hati sekeras batu.

ini adalah secuil pertemuan yang akan selalu kukenang sepanjang hidupku. Ketika pertamakali melihatnya, aku jatuh iba. Dunia ini gelap baginya. tetapi apa yang kulihat di wajahnya? selalu ada secercah senyuman di sana. ada kebahagiaan ketika ia mendengarku menyapanya. Dengan penuh semangat ia menunjukkan padaku bagaimana caranya menulis huruf braille. Bagaimana bisa kutahan air mataku?

maka lewat sorot matanya yang tak lagi bercahaya, pertama kali aku percaya,"Hidup adalah perjuangan."

Bersambung...

Sabtu, 06 Maret 2010

mencari arti



Namaku berarti matahari,
Begitulah yang dikatakan oleh ibu…
Konon, nama itu diberikan
Dengan harapan
Kelak ku kan jadi matahari
Setidaknya buat diri dan keluargaku.

Hingga kini,
Aku hidup dengan impian itu.
Menjadi matahari…
Menjadi cahaya,
Menjadi kehangatan,
Menjadi energi.

Aku selalu percaya,
Bahwa manusia manapun
Bukan diciptakan Tuhan
tanpa tujuan.
Selalu ada peran baginya
Di atas panggung kehidupan.
Tinggal bagaimana dia mencari,
Dan melakoni peran itu.
Itulah yang sedang kulakukan.

Agar aku bisa menjadi
Seperti namaku,
MATAHARI

-Malang, 6 Maret 2010-

Senin, 22 Februari 2010

Malang Malam Kala Hujan

Malang malam kala hujan
adalah kepulan uap mi ayam dan bakso,
menghangatkan saat dingin menusuk tulang,
menenangkan pencernaan yang bergoncang,
menyajikan kelezatan dari koki kelas dunia.

Malang Malam kala Hujan
adalah ironi bagi anak-anak bertelanjang kaki,
mimpi bagi penjaja koran di persimpangan



Malang, 31 Januari 2010.

itu cinta

Itu Cinta

Sekotak cokelat,
Atau sekuntum mawar merah.
Pun demikian segala sesuatu
yang merah jambu.
Segala macam lagu
yang disebut lagu “cinta”
Segala rupa
gombal bujuk rayu.
Itu bukanlah cinta.

Menanti satu hari dalam
Satu tahun.
Seakan cinta hanya
Ada di hari itu.
Itu juga bukanlah cinta

Tiap tarikan
Dan hembusan nafas
Terang
Dan hangatnya
Mentari pagi
Bahkan
Dingin malam
Menghujam tulang

Itulah cinta sebenarnya

Cinta juga ada
pada senyum orang-orang
yang paling engkau sayang
pada bibir saudara-saudaramu
yang meluncurkan do’abagimu

pada tangan-tangan kecil
di perempatan
yang meminta bantuanmu,
pada rintih luka
para korban bencana,
juga pada tiap
pekik takbir mujahidin Palestina

Cinta juga hadir
Di kegelapan malam,
ketika wajah-wajah menundukkan
pandangnya
ketika hati sendu
merindu rahmatNya
ketika tiada suara yang terdengar
selain isak tangis
memohon ampunanNya

Di sanalah kau temukan cinta.

Memandang dengan Istimewa

Semula mata kita semua terpejam,
Ketika kita mulai menghirup udara dunia,
Kita menangis keras-keras.
Bersamaan dengan itu,
Mata kita membuka.
Perlahan-lahan cahaya terang menyilaukan pandangan.

Mungkin kita berpikir
“disini berbeda sekali dengan tempatku sebelumnya!”
kita semakin keras menangis.
di sekeliling kita,
Semua orang tertawa.
Tidak ada seorang pun yang berusaha membuat kita diam.
Lalu seorang wanita memeluk penuh kasih sayang
Membuat seluruh tubuh kita hangat dan perut terasa kenyang
Lelah menangis, kita tertidur
Semua kembali gelap.

Mata kita yang bulat
Senang sekali melihat semua yang bergerak berwarna-warni
Seperti mainan berputar yang dibelikan ibu
Semuanya baru bagi kita,
Kita mulai berpikir,
“Ternyata disini cukup menyenangkan juga.”

Kita juga mulai pandai bicara,
Menyebut kata
Ibu dengan buu..
Bapak dengan paa..
Makan dengan maem..
Tidak ada satupun ucapan buruk dan kasar
Meluncur keluar dari bibir kita.

Perlahan-lahan
Ibu dan bapak mengajarkan kita cara bergerak,
Mulai dari merangkak,
Berjalan,
Kemudian berlari.
Berkali-kali kita terjatuh
Tapi kita terus berusaha kembali.

Saat itu kita begitu merasa ingin tahu,
Kita menatap benda apapun dengan penasaran.
Kita mengamati gerak-gerik kucing tetangga,
Berlari mengejar kupu-kupu,
Bermain tanah hingga baju kita yang putih menjadi cokelat,
Dan memetik bunga-bunga di pinggir jalan.
Sesekali ibu marah,
karena kita sering tiba-tiba lari keluar rumah,
Sehingga ibu bingung mencari kita kemana-mana.
Kita mendapat banyak pengalaman pertama,
Kita belajar banyak hal.
Dan kita ingin belajar lebih banyak lagi.

Setelah agak besar,
Bapak membelikan sebuah sepeda kecil.
Pertama kali naik, kita pasti terjatuh.
Selanjutnya berkali-kali juga kita terjatuh.
Bapak berkata
“Ayo, kayuh yang kencang! Kamu tidak akan jatuh!”
Kita semakin bersemangat.
Akhirnya kita berhasil mengayuh tanpa jatuh
10 meter
50 meter
100 meter
dan tidak pernah jatuh lagi.
Seandainya waktu itu kita hanya menangis
Dan berhenti mengayuh,
Sampai hari inipun kita tidak akan bisa naik sepeda.

Semakin bertambah usia,
kita bukannya semakin baik.
Kata-kata yang kita pelajari,
Kita gunakan untuk mengumpat dan memaki.
Kaki yang dengan susah payah bisa berjalan,
Kita gunakan untuk melangkah ke tempat yang salah.
Mata yang dulunya penuh rasa ingin tahu,
Sekarang hanya bisa memandang dengan bosan,
Tidak ada lagi yang menarik bagi kita,
Kalaupun ada, mungkin bukan sesuatu yang baik.

Jika hari ini kita bisa kembali
Merasakan kenangan di masa kecil,
Mungkin kita bisa
Memandang dengan istimewa.

-Malang, 21 Februari 2010-

Rabu, 17 Februari 2010

Nguuung.. nguung.. bzzzt...




Beberapa minggu yang lalu rumah kami kedatangan anggota baru. Bukan cuma satu, tapi segerombolan yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan... Apa rumah kami bakal penuh? tentu tidak... (bacanya dengan intonasi kaya iklan obat cacing). Karena angggota baru rumah kami ini adalah kawanan lebah madu yang mencoba membuat sarang di kayu penyangga atap. Bapak bilang,"Memang, Allah kasih rezeki itu dari arah yang tak disangka-sangka." Segera Bapak bertanya pada muridnya di sekolah yang kebetulan punya bisnis peternakan lebah. (hahaha kalo berhasil siapa tahu keluarga kami jadi punya bisnis madu)

Hemm... Lebah sebenarnya punya posisi istimewa di hati orang-orang beriman. apa pasal? karena Rasulullah mengumpamakan mukmin sebagai lebah.

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya) .” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)


Lebah itu memakan nektar bunga yang bersih, dan yang dihasilkannya adalah madu yang bersih bahkan berkhasiat mengobati penyakit. ini seperti sifat orang mukmin yang hanya mau makan makanan yang halal saja. Lebah juga hinggap di bunga dengan lembut.. tidak merusak bunga sedikitpun.. seperti sifat mukmin yang lemah lembut.

Kelebihan lain Lebah adalah hidup dengan kerjasama, satu ekor lebah mungkin tidak berarti apa-apa, tetapi ribuan ekor lebah bekerja sama dengan organisasi yang kompleks untuk membangun sebuah sarang bersama yang nyaman dengan segala sistemnya.

satu lagi sifat istimewa lebah adalah dia akan mati setelah menyengat. hal ini menggambarkan sifat yang cinta damai, tetapi akan berubah heroik jika ia diganggu...

Yuk, kita juga belajar dari Lebah, binatang yang diberi Allah wahyu...

The Real Leader

Saya jelas tidak punya kapasitas untuk berkomentar tentang hal ini. Siapa sih saya? Mahasiswa yang baru duduk di semester tiga, pengalaman organisasi juga masih seumur pohon kencur (kencur kan bukan pohon =p). Tetapi belakangan ini, saya jadi sering memikirkan, sebenarnya gimana sih the Real Leader itu. Pemicunya tak lain dan tak bukan adalah Drama Korea yang diputar tiap senin sampai jumat jam 5 sore di Indosiar, The Great Queen Seondeok (ada orang lain yang nonton juga kan?).

Singkat kata, di film ini ada 2 kubu. Kubu protagonis yang dikomandani Putri Deokman dan Kubu antagonis yang digawangi Lady Mi Shil. Keduanya adalah wanita super cerdas dan ahli strategi yang luar biasa. Lantas apa yang membuat mereka berbeda? Lady Mi Shil punya kekuasaan atas para menteri yang merupakan kaum bangsawan, dia bisa mengendalikan mereka seenak perutnya. Meski para bangsawan ini mau menuruti apa saja kata Mi shil, mereka jelas punya motif pribadi yakni ambisi kekuasaan yang lebih besar. Walhasil, kekuasaan Raja sebagai kepala pemerintahan dirongrong habis-habisan. Pada saat inilah sang tuan putri muncul. Dengan orang-orang kepercayaannya yang jumlahnya sedikit dan belum punya posisi di pemerintahan, dia mencoba membebaskan rakyat yang juga tertindas dan tertipu oleh kaum bangsawan. Itulah aristokrasi yang feodal.

Nah, dari sini saya berpikir, Who’s the real leader here? Lady Mi Shil yang bisa menggerakkan banyak orang untuk menuruti keinginannya, ataukah Putri Deokman yang pengikutnya sedikit namun semuanya bekerja untuk sebuah visi yang sama?

Saya memilih opsi kedua. Dalam pandangan saya, seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu menggerakkan hati para pengikutnya untuk sebuah visi yang sama. Boleh jadi ada seseorang yang selalu dipatuhi kehendaknya, tetapi mereka patuh karena ada maksud yang tersembunyi, menurut saya ini hanyalah kepemimpinan yang semu. Akan ada saatnya kepemimpinan semu seperti ini akan runtuh. Boleh jadi untuk mencapai sebuah visi itu akan terjadi pro-kontra, namun karena tujuannya sama, jadi tidak masalah.

Dalam mencapai visi tersebut tentu harus ada patokan apa yang benar dan apa yang salah. Jalan mana yang boleh ditempuh dan jalan mana yang tidak. Sebagai seorang muslim, jelas patokan mutlak itu adalah Qur’an dan Hadist. Ini adalah harga yang tidak bisa ditawar-tawar.

Tayangan bergizi dari negeri Ginseng

Rupanya “penyakit” yang saya derita beberapa bulan ini masih belum sembuh juga. Sejak serial The Great Queen Seondeok tayang di Indosiar, saya memang menderita “Korean Drama Fever”. Setelah serial sepanjang 62 episode ini tamat, demam ini pun belum waras. Kali ini penyebabnya adalah drama roman Brilliant Legacy.

Sepintas Brilliant Legacy a.k.a Shining Inheritance tampak tidak terlalu istimewa, ide ceritanya nyaris seperti cinderella jaman modern. Setelah saya telateni nonton episode demi episode bukan love storynya yang jadi perhatian saya, tetapi banyak juga hikmah yang bisa saya ambil.

Tokoh utama Eun-Sung punya karakterisasi yang kuat, sifatnya tegar menghadapi cobaan layaknya tokoh-tokoh protagonis lain, tapi bukan berarti dia lantas hanya diam dan menangis tersedu-sedu menghadapi setiap kemalangan yang menimpanya. Karakter ini membuat saya belajar tentang “kesabaran yang manusiawi”. Manusia adalah makhluk yang mengenal rasa maaf, tetapi ketika ia didzalimi dan dirampas haknya, maka kewajibannya untuk memperjuangkan hak tersebut.

Tokoh Woo-Hwan, si lawan main, juga punya karakter yang tidak kalah menarik. Sebagai calon pewaris perusahaan makanan Jin Sung Food yang tidak pernah kenal hidup susah sejak kecil, rasanya sangat tidak aneh kalau dia menjadi pribadi yang semau gue. Awalnya tokoh ini memang amat sangat menyebalkan dan tidak tahu sopan santun. Dia bahkan tidak dapat mengucapkan kata maaf. Keputusan Sang Nenek membuatnya harus bekerja keras banting tulang meskipun dia kaya raya. Ketika Ia mengetahui alasan neneknya mengambil keputusan sulit tersebut, hatinya tersentuh. Perlahan-lahan ia berubah menjadi seseorang yang lembut. Sekeras apapun hati manusia, ia dapat menjadi lembut jika ia memang menginginkannya.

Nah, yang terakhir namun justru tokoh terpenting menurut saya adalah Nenek Jang atau ibu Soon-Woo. Seorang wanita yang sukses dengan bisnis sup sapinya dan membangun perusahaan Jin Sung Food. Dari luar, beliau adalah pribadi yang keras dan sering membuat keputusan tidak terduga. Tetapi sebenarnya sifatnya hangat dan penuh perhatian. Para karyawan Jin Sung Food sangat menghormati dan menyayanginya. Nenek Jang inilah yang membuat kedua cucunya Woo-Hwan dan Woo Jung, serta menantunya Young Ran harus bekerja keras, tidak hanya menengadahkan tangan meminta uang kepadanya. Keputusan itu membuatnya dibenci oleh anggota keluarganya. Bagaikan dokter yang membuat pasien terpaksa menelan pil pahit, keputusan itu kelak akan menyembuhkan sifat buruk Woo-Hwan.

Serial ini jelas berbeda jauh dari serial pendahulunya The Great Queen Seondeok yang penuh intrik dan menguras otak. Dari Queen Seondeok saya belajar banyak hal, mulai dari politik, leadership, loyalitas, strategi, sejarah korea, hingga kriminalisasi untuk menjatuhkan penguasa. Sedangkan dari Brilliant Legacy saya tahu tentang kesabaran, kekayaan hati, kerja keras, serta kepahitan hidup.

Inilah beberapa tontonan yang saya anggap bergizi dari negeri ginseng Korea. Selain dua serial yang saya sebutkan di atas, ada satu serial lawas yang tetap menginspirasi saya hingga saat ini. Bahkan, bisa dibilang keputusan saya masuk farmasi dan menjadikan Botani Farmasi sebagai mata kuliah favorit saya sedikit banyak karena terinspirasi tokoh utama serial ini. Dae Jang Geum, alias Jewel in the Palace adalah judul drama klasik yang saya maksud.

Tontonan memang hanya sebatas tontonan, jangan sampai dijadikan tuntunan. Tetapi alangkah baiknya jika kita bisa mengambil pelajaran dari tontonan bergizi tersebut. Agar hati dan pikiran kita juga menjadi kaya akan pengalaman.