Jumat, 12 November 2010

Totto-Chan dan Anak-Anak Indonesia


Akhirnya... Setelah bosan dengan segunung diktat kuliah selama ujian bisa kembali lagi membaca buku-buku "normal". Yap, kali ini saya ingin bercerita tentang sebuah buku klasik yang sangat menginspirasi. mungkin sebagian dari teman-teman telah kenal gadis cilik bernama Totto-chan.



Totto-chan yang ceria sering dianggap sebagai anak nakal di sekolah dasar Jepang yang konservatif. Guru kelasnya sering menghukum dia gara-gara kenakalannya. Dia dikeluarkan dari sekolah ketika duduk di kelas 1 SD. ibu Totto-chan yang bijaksana kemudian memindahkan Totto-chan ke sebuah sekolah unik bernama Tomoe Gakuen. Kelas-kelas di Tomoe adalah gerbong-gerbong kereta api. Tidak ada jadwal pelajaran karena semua murid berhak memilih apa yang ingin mereka pelajari, semua murid aktif bertanya dan berkonsultasi dengan guru jika ada yang tidak mereka pahami. Dan yang paling seru, tentu saja adalah Pelajaran JALAN-JALAN! Setelah pagi hari para murid belajar banyak hal di ruang kelas, sore hari para guru akan mengajak berjalan-jalan di sekitar sekolah. dalam perjalanan mereka mengamati patung di Kuil, proses penyerbukan pada tanaman sawi, dan banyak hal lain. tanpa sadar mereka telah belajar Biologi, sejarah, dan pelajaran lain. Orang di balik pendobrakan sistem pendidikan konvensional ini adalah kepala sekolah Tomoe, Sosaku Kobayashi. Kisah masa kecil Tetsuko Kuroyonagi ini memang ditulis secara khusus untuk mengenang beliau, pria optimis dan ramah yang sangat mencintai anak-anak.



Kisah-kisah Totto-Chan kecil bertutur dari sudut pandang anak-anak yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Saya sendiri sangat terbawa pada alur cerita pendeknya yang sederhana namun begitu dalam (beberapa kali saya mengalami kebocoran kelenjar air mata =). Yang lebih membuat saya kagum adalah: buku ini ditulis tahun 1981! dan sekolah Tomoe didirikan pada jaman perang dunia kedua tahun 1937. 73 tahun yang lalu sudah ada orang Jepang yang berpikir tentang pendidikan terbaik untuk anak-anak, ironisnya saat ini banyak anak-anak Indonesia tidak belajar dengan keceriaan. Pada usia dimana mereka seharusnya diberi pemahaman tentang agama, lingkungan sekitar, cara bersosialisasi, membangun kepercayaan diri dan rasa ingin tahu serta pengetahuan-pengetahuan dasar dalam kehidupan justru dijejali dengan setumpuk lembar kerja siswa (LKS) yang --menurut saya-- sebenarnya tidak terlalu esensial. Mereka dipaksa belajar tanpa mereka tahu apa manfaatnya. Lebih buruk lagi, ada juga orangtua yang memaksa anak-anaknya belajar agar meraih peringkat kelas. Menurut saya, ini pembunuhan karakter anak-anak.(saya kelak tak jadi orangtua yang seperti itu =) *kok jadi curhat*



Pendek kata, kalau disuruh memberi skor untuk buku ini, saya beri 4 dari 5 poin.

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

Tetsuko Kuroyanagi

2 komentar:

Army Khoirunnisa mengatakan...

q juga salut dit sama pak susaku, beliau bisa memahami anak2 dari sudut pandang yang tidak pernah terpikir di benak q
kapan balik ke malang ?????

Situse Radit Arek Malang Indonesia mengatakan...

gak ngerti my... mgkin masi sekitar 2 mingguan lebih lagi...

Posting Komentar