Sabtu, 23 April 2011

Joko, si Kelinci Korban Anestesi


Pernah dengar tentang anestesi umum alias pembiusan?

Ini nih tanda-tanda orang yang kena anestesi umum: tidak sadar, tidak merasa sakit, amnesia *pantesan pas sadar gak inget apa2*, hilangnya refleks-refleks.
Orang yang terkena anestesi umum tidak tiba-tiba hilang kesadaran, tapi ada tahap-tahap hingga muncul tanda-tanda seperti yang saya sebutkan tadi, bahkan kalo kebablasan bisa terjadi depresi pernafasan dan kardiovaskuler hingga terjadi sindrom IWR alias Innalillahi wa inna ilaihi roji’un *hiiiiii.... serem...*

tahap-tahap itu disebut dengan stadium anestesia:
Stadium pertama disebut stadium analgesia. Jika dilihat dari namanya, berarti si pasien akan mengalami kehilangan rasa sakit/nyeri, kadang-kadang mulai timbul amnesia. Kesadaran mulai turun tapi tidak hilang.
Stadium kedua nama lainnya adalah stadium disinhibisi atau eksitasi. Disini pasien justru merasakan penderitaan, tandanya antara lain: Pasien mengigau, nafas tidak teratur, refleks meningkat, kadang-kadang bisa muntah-muntah segala. Kata dokter, Stadium ini harus segera diakhiri karena kasihan sama pasien.
Stadium ketiga alias stadium pembedahan. Nah, disinilah tanda-tanda yang saya sebutkan di awal tadi bermunculan sehingga dokter bedah bisa mulai beraksi dengan kelincahan jari-jarinya mereparasi organ-organ yang agak tidak beres . Saya jadi ingat duet jenius Asada Ryutaro si dokter bedah jantung dengan dokter anestesinya, Arase, di serial drama Jepang yang sangat populer Iryu: Team Medical Dragon. Di serial itu, Arase harus memantau tanda-tanda vital pasien lewat ECG dan alat-alat lain yang menempel di tubuh pasien. Dokter anestesi ini harus mempertahankan pasien pada stadium pembedahan dengan pemberian obat-obatan anestesi, jangan sampai pasien terbangun dan jangan sampe ‘bablas’.
Stadium keempat adalah stadium depresi nafas dan kardiovaskular. Inilah batas akhir antara hidup dan mati si pasien. Kalo sampai dokter anestesi salah memperkirakan dosis, bisa-bisa pasien wafat di meja operasi...*baru tahu, ternyata gedhe banget tanggungjawab seorang ahli anestesi*

Meskipun secara teori kelihatannya mudah mengamati tanda-tanda orang yang kena anestesi, ternyata pada praktiknya susah juga lho. Nah, beberapa saat lalu saya dan teman-teman mendapat kesempatan untuk mempraktikkan anestesi pada seekor kelinci percobaan *dalam arti sebenarnya*. Oleh salah seorang temanku, kelinci itu diberi nama Joko—belakangan baru diketahui bahwa ternyata Joko adalah seekor kelinci betina =D. Dalam praktikum ini kami dilengkapi alat-alat sederhana untuk mengamati tanda-tanda vital Joko, misal: kapas untuk mengamati refleks kedip, senter untuk mengamati refleks pupil, serta sebuah stetoskop untuk memantau irama jantung dan pernapasan. Obat anestesi yang digunakan adalah eter yang diteteskan pada mouthcap di moncong Joko, si kelinci yang malang. Sepanjang praktikum kami sangat serius mengamati Joko, pasalnya kami takut masuk neraka gara-gara menyiksa dan membunuh hewan. Alhamdulillah... pada akhirnya Joko selamat karena kami menghentikan anestesi setelah masuk stadium pembedahan. Kami juga sempat memperhatikannya perlahan-lahan pulih dari kelumpuhan otot akibat anestesi itu. Kasihan sekali, untuk berdiri saja harus dengan susah payah.
Otsukaresama, Joko! Semoga amal kebaikanmu dalam membantu kami belajar mendapat balasan Allah SWT (rad).

0 komentar:

Posting Komentar